Sabtu, 09 Juni 2012

Akhir Bulan. . .

Akhir bulan merupakan hari - hari yang sedikit mencekik bagi sebagian orang. Di akhir bulan, banyak warteg - warteg dekat kampus yang bermetamorfosa 180 derajat menjadi lebih semarak dibanding awal bulan, pasar tumpah menjadi ladang rezeki bagi para kaumnya dibandingkan mall - mall elit, dan juga polisi sudah stand by di sudut - sudut jalanan Jakarta membawa surat tilang.

Akhir bulan, jalanan Jakarta masih saja ramai lalu lalang kendaraan meskipun tidak seramai hari kerja. Sopir angkot, kernet metromini, kernet kopaja, kernet patas ataupun mayasari saling beradu nyaring bagaikan koor untuk memikat hati para penumpang, berhenti seenaknya sendiri, saling serobot dan tikung menikung guna mengejar setoran tentunya tanpa terlalu peduli dengan keselamatan.

Masih di akhir bulan, shelter - shelter bus Transjakarta semakin tak terlihat indah,baut - baut yang mulai mengelupas, kipas angin atau terkadang televisi yang dipasang sudah tidak berfungsi dan hanya menjadi pajangan,penunjuk arah yang lebih dibuat sekenanya saja, hingga bopeng di sana sini semakin memperlihatkan kalau shelter - shelter tersebut dianaktirikan dan terkesan kumuh walaupun tidak semua kondisi shelter seperti itu. Shelter yang berguna juga sebagai jembatan penyeberangan orang itu menjadi basecamp tetap para asongan dan juga pengemis. Bus - bus Transjakarta juga tak kalah mirisnya. Banyak armada yang sudah harus diremajakan kembali karena sudah dimakan zaman apalagi dengan keharusannya mengangkut beban puluhan orang yang berlalu lalang berdesak - desakan setiap harinya.

Tak berhenti hanya di situ, trotoar masih menjadi barang yang mahal bagi pejalan kaki. Mereka masih kalah digdaya dengan penjual asongan, kaki lima, ojek, atau bahkan motor yang melintas guna menghindari macetnya jalanan Jakarta.

Sampah juga merupakan pemandangan biasa di beberapa jalanan ibukota. Sungai penuh sampah dan bau juga bukan merupakan sesuatu hal yang luar biasa. Pintu air Manggarai yang merupakan pengendali debit air sungai Ciliwung mempunyai peran ganda sebagai filter sampah yang dibuang sembarangan ke sungai dan penyempitan volume sungai akibat perumahan kumuh sangat sangat sederhana sekali di sepanjang sungai semakin memperjelas rusaknya ekosistem sungai.

Acuh tak acuh tanpa peduli dengan orang lain merupakan perilaku yang hampir selalu saya jumpai saat melakukan perjalanan ini. Mulai dari sopir - sopir kendaraan umum yang hanya peduli dengan setorannya, sepeda motor yang tak memperdulikan nasib para pejalan kaki yang diserobot haknya, hingga penduduk yang membuang sampah seenaknya sendiri tanpa peduli dengan lingkungan sekitar dan hanya mengeluh ketika banjir datang. Bukankah Bangsa Indonesia terkenal akan ramah, peduli, dan tenggang rasa terhadap sesama? Apakah untuk senyum saja menghargai orang lain sudah bukan trend dan telah menguap ditelan oleh zaman?

-ditulis akhir bulan Mei kemarin saat menikmati kesendirian dalam menyusuri lika-liku sudut Jakarta-

1 komentar: